Selasa, 02 Desember 2014

Jangan nambah beban negara ya





Assalamu'alaikum wr.wb

Alhamdulillah saya masih dikasih kesempatan sama Allah untuk bisa nulis lagi. Semoga semua pembaca selalu dalam lindungan Allah SWT yaa, aamiin. Minta doa biar tulisan saya ini bisa berguna dan bermanfaat untuk saya pribadi dan semua yang ngebaca. Tapi di tulisan sekarang ini saya ga pengen nulis cerita saya pribadi, cuma ada sedikit kemiripan lah cuma saya di posisi kebalikan. Saya ngambil ini tulisan darimana saya lupa, hehe. Simak yaa.

Bismillah . . .

Saya ini termasuk orang yang idealis, apa yang saya suka ya saya lakuin, yang saya ga suka ya ga saya lakuin. Kalaupun harus dilakuin, itu biasanya karena terpaksa dan saya pasti ga nyaman. Saya yakin semua pembaca juga pasti kalau ngelakuin hal yang disukain pasti ga seneng, ga nyaman. Biasanya lagi mungkin karena tuntutan.

Ceritanya Seorang Ayah sedang pusing tidak kepalang. Bagaimana tidak, anak laki-lakinya yang sulung yang menjadi tumpuan cita-citanya menolak untuk jadi pengusaha. Anaknya bersikeras ingin jadi pegawai negeri. Alasannya sederhana menjadi pengusaha penuh resiko dan melelahkan, sementara jadi pegawai negeri kerjanya santai, uangnya pasti (meski tidak kerja serius dan sering bolospun gaji tidak berkurang), terus waktu tua dapat jaminan.

Bapaknya marah besar dengan alasan tersebut.

"Bapak ini pegawai negeri tapi bapak tidak bekerja dengan alasan seperti kamu.", demikian suara keras sang Ayah.

"Bapak mengabdikan diri pada negeri ini meski bapak sering merasa asing di negeri sendiri. Bapak sering merasa tolol diantara para pemeras rakyat yang sah dimata hukum. Jadi pengusaha itu lebih mulia, kamu bisa membantu memberi nafkah orang lain". Bentak bapak.


Si anak diam tidak menjawab dalam ketakutannya.

Karena dimarahi bapaknya, si anak kabur dari rumah.
Seminggu tidak ditemukan. Bapak kebingungan mencari anaknya kesana kemari. Di minggu kedua nenek si anak telepon bahwa cucunya baik-baik saja ada di rumah neneknya.

Mendengar kabar tersebut, bapak langsung datang ke rumah ibunya. Setelah bertemu anaknya terjadilah dialog dari hati kehati antara bapak dan anak.

“Mengapa kamu bersikeras ingin jadi pegawai negeri, nak?”

“Di negeri ini jadi pengusaha susah, Pak, banyak birokrasi, mendingan saya jadi birokratnya aja. Hidup lebih enak demikian”

“Kalau kamu memang ingin kerja mengapa tidak di perusahaan swasta?”

“Bagaimana saya bisa tenang kerja di perusahaan swasta, sementara pemerintahnya saja sering mempersulit pengusaha swasta kecuali orang-orang yang dekat dengan pemerintahan?”


Anaknya terus memberikan jawaban-jawaban skeptis.

“Baiklah anakku, kalau memang itu keputusan kamu sekarang ikutlah denganku…”

Lalu si bapak membawa anaknya jalan-jalan memasuki perkampungan. Di perkampungan bapaknya menunjuk beberapa rumah paling sederhana, memang seluruh kampung tersebut rumahnya mayoritas sederhana.

Kalau kamu bersikeras ingin jadi pegawai negeri, datanglah kamu ke lima rumah itu nak, dan mintalah sepuluh ribu rupiah tiap rumahnya lalu kamu bilang bulan depan kamu akan kembali lagi dan akan minta uang dengan jumlah yang sama.

Anaknya kebingungan dengan perkataan bapaknya. Bagaimana tidak, dia disuruh mengemis pada penduduk yang hanya untuk makanpun mereka kesulitan. Anaknya tidak mau menuruti perintah bapaknya, dia tetap diam.

Bapaknya kembali berkata dengan membentak. “Cepatlah kamu pergi meminta uang pada mereka, nak!! Bukankah kamu ingin jadi pegawai negeri? “


Anaknya tetap diam dan matanya mulai berkaca.

“Bapak...bagaimana mungkin aku mengemis pada mereka, sementara mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja merasa kesulitan?”

Bapaknya kembali memaksa. “Cepatlah kamu pergi dan mintalah uang pada mereka!!!”

Kali ini anaknya menangis. “Aku tidak bisa, pak. Aku lebih baik bekerja dengan keras dan meneteskan keringat ini daripada aku harus meminta uang pada mereka”, sambil meneteskan airmata.


Bapaknya kembali berkata, kali ini dengan suara lembut dan bijak, “Anakku, negeri kita tercinta ini sedang sakit, kalau kamu jadi pegawai negeri hanya dengan alasan bekerja santai dan mendapatkan uang dengan pasti, kamu hanya akan menambah beban negeri ini. Beban rakyat yang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja mereka merasa kesulitan. Gaji pegawai negeri itu didapat dari rakyat yang miskin ini nak. Lebih baik kamu jadi pengusaha dengan meneteskan keringat kamu sendiri untuk menafkahi keluarga kamu. Walaupun jadi pengusaha sangat kecil sekalipun tidak apa, itu jauh lebih mulia dari pada kamu mengemis uang pada rakyat yang miskin ini".


Sang anak tertegun dan mengangguk.

Bagaimana menurut teman-teman pembaca semua? Hehe

Sekali lagi saya sampaikan kalau semua yang ada di tulisan ini hanyalah saya kutip dari sebuah artikel yaa. Yang udah pernah baca saya yakin pasti ada. Yang belum pernah baca dan sangat ingin menjadi seorang PNS, silakan dipikirkan baik-baik alasannya. Jangan sampai berpikir seperti anak ini karena hal itu hanya akan membuat beban bagi negara. Oke oke :) .

Wassalamu'alaikum wr.wb.

0 komentar:

Posting Komentar