Senin, 29 Desember 2014

Ibu, Ayah, Maafkan Anakmu Ini



Image result for ibu ayah, maafkan anakmu

Assalamu’alaikum wr.wb

Halooo, apa kabaaaaar?? Insya Allah semua pembaca dalam keadaan sehat wal’afiat yaa. Maaf nih saya baru nongol lagi setelah berapa lama ga nongol. Kangen rasanya ini tangan mau nulis lagi, kemarin-kemarin saya sok menyibukkan diri, hehe. Minta doa dari pembaca ya biar saya selalu dalam keadaan sehat terus tetap bisa nulis yang insya Allah bisa berguna dan bermanfaat untuk saya khususnya, pembaca semua pada umumnya.

Bismillah . . .

Saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah cerita terlebih dahulu.

            Suatu hari, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak laki-laki, sedang asik jalan-jalan ke sebuah taman bunga yang sangat cantik untuk berlibur. Ketika di taman tersebut, mereka duduk-duduk santai sembari menikmati hidangan yang dibawa dari rumahnya. Saat sedang asik menikmati hidangan tersebut, sang ayah terdiam dan menghentikan kegiatan menyantap hidangan sambil melihat ke atas dengan tatapan bingung.

            Ayah tersebut bertanya kepada sang anak, “Nak, apa itu yang ada di atas sana? Sepertinya cantik sekali bentuknya, namun Ayah tidak jelas untuk melihatnya Nak”. Sang anak lalu menjawab dengan suara pelan, “Yang ada di atas sana itu burung gereja, memang sangat cantik Yah”. Sang Ayah yang mendengar itu sedikit senang karena sudah tahu apa yang ada di atas sana, Ibu pun hanya duduk santai memperhatikan kedua orang yang sangat dicintainya itu ercengkrama.

            Tak lama kemudian, sang Ayah bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, “Nak, hewan apakah itu yang ada di atas sana?” . Sang anak kembali menjawab dengan suara pelannya, “Itu burung gereja Ayahku yang tampan”. Ayah pun kembali tersenyum mendengar jawaban anaknya. Tetapi hal itu belum memuaskan Ayah dan kembali lagi dengan pertanyaan yang sama setelahnya, “Anakku, sungguh cantik nampaknya hewan di atas sana, hewan apakah itu?” . Dengan nada emosi dan sedikit menghardik, sang anak menjawab pertanyaan ayahnya dengan suara keras, “AYAH INI DENGAR TIDAK SIH AKU NGOMONG APA, ITU ADALAH BURUNG GEREJA YANG MEMANG CANTIK!!”. Sang ibu yang mendengar anaknya berbicara seperti itu kemudian diam tak berkata apa-apa. Begitupun sang ayah yang hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa.

            Akhirnya setelah kejadian itu, sang anak menjadi kesal kemudian mengajak kedua orangtuanya untuk segera pulang. Orangtuanya pun mengikuti tawaran anaknya untuk segera pulang. Di perjalanan, keluarga yang awalnya riang gembira ini menjadi diam membisu. Sesampainya di rumah, sang anak langsung menonton acara televisi, sang ibu membereskan barang-barang bawaan tadi, sang ayah pergi ke dalam kamar mengambil sebuah buku yang kemudian diberikan kepada anaknya.

            Wahai anakku, tolong bacakan isi buku tersebut dengan suara yang keras, bahkan teriak lah di kuping ayahmu ini. Karena ayah sudah tidak bisa mendengar dengan jelas, takut ada yang salah. Tolong bacakan sekarang” , pinta sang ayah. Yang terjadi tidaklah seperti yang diminta oleh ayahnya, namun sebaliknya, sang anak tiba-tiba menangis. Menangis terisak-isak. Ternyata yang dibaca oleh sang anak adalah buku diari penulisan sang ayah dan ibu yang ditulis untuk menjelaskan perkembangan sang anak dari bayi.

            Di dalam buku tersebut tertulis, “Anakku, waktu kamu berumur belum satu tahun, kamu selalu membangunkan kami di tengah malam karena tangisanmu. Waktu kamu berumur satu tahun dan mulai belajar berjalan, ayah dan ibu setia mendampingimu sampai akhirnya kamu bisa berjalan. Dan waktu kamu berumur dua tahun, kamu selalu bertanya kepada kami, apa itu, apa itu, dan apa itu tiada henti, dan kami selalu menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang dengan sabar hingga akhirnya kamu benar-benar paham apa itu nak”. Sang anak kemudian makin terisak tangisannya, mengingat kejadian yang terjadi di taman bunga tadi.


Banyak pelajaran dan nilai yang bisa diambil melalui cerita itu. Kita mungkin tidak akan lahir ke dunia tanpa izin Allah, dan tentunya melalui perantara yaitu orangtua kita. Tapi kenapa kita sebagai anak yang sejak lahir, kemudian tumbuh, kemudian dewasa, tidak jarang yang lupa akan jasa orangtua kita? Sungguh sedih rasanya ketika kita berbuat seperti cerita di atas yang sepertinya merasa sudah hebat sehingga berani berbuat seperti itu.

Bayangkan ketika kita selalu bertanya apa ini apa itu kepada orangtua, mungkin dalam satu menit bisa 10 kali kita bertanya, dalam satu jam bisa sampai puluhan kali kita bertanya, bahkan dalam satu hari mungkin bisa sampai ratusan kali kita bertanya hal yang sama kemudian mereka sebal, capek, lalu kita didiamkan, dibuang karena kesalnya mereka, apakah kita akan tahu banyak hal tentang pertanyaan kita tadi?

Pernahkah kita berpikir dan membayangkan jika kita waktu kecil melakukan berbagai hal dan tindakan yang “sebenarnya” membuat orangtua menjadi kesal dan emosi, kemudian kita didiamkan, tidak mau mengurus lagi, bahkan sampai dibuang. Pernahkah? Tapi itu semua tidak dilakukan oleh mereka. Orangtua kita begitu sabarnya merawat kita, menjaga kita, hingga kita akhirnya tumbuh menjadi dewasa dan bisa hidup mandiri.

Tapi kenapa waktu kita beranjak dewasa, semua tingkah laku kita begitu sombongnya, begitu angkuhnya, begitu keras kepalanya kepada kedua orangtua kita? Bahkan ketika orangtua kita mulai kehilangan giginya kita tertawakan karena ompongnya sehingga menjadi lucu ketika berbicara, ketika mulai hilang ingatannya kita begitu sebal karena selalu lupa apa yang kita bicarakan dengannya baru saja? Kenapa? Apakah kita lupa, bahwa merekalah yang dengan hati penuh keikhlasan merawat, mencintai kita penuh kasih sayang tanpa pamrih waktu dulu? Bahkan sampai sekarang semua rasa itu tidak berubah.

Marilah kita merenung, sudah berapa banyak kesalahan yang kita lakukan kepada kedua orangtua kita. Berapa kali kita membuat mereka emosi. Berapa kali kita bertingkah seperti anak-anak walaupun sudah dewasa. Ibu, orang yang melahirkan kita ke bumi . Dari perutnya kita dikandung selama berbulan-bulan, beratnya badan kita di dalam kandungan tidak dihiraukannya. Ayah, orang yang  setia mendampingi ibu, orang yang selalu berusaha berlaku sebagai seorang teman, orang yang selalu bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan kita, dengan ibu kita.

Selagi ayah dan ibu kita masih ada, sayangi mereka, cintai mereka tanpa pamrih, tanpa meminta apa-apa. Pandangi wajahnya yang mungkin sudah mulai mengeriput, rambutnya yang mungkin sudah mulai memutih bahkan menghilang dari kepalanya. Minta maaf kepada mereka atas semua tingkah laku kita yang sangat menyebalkan dewasa ini, yang mungkin lebih senang berkumpul bersama teman-teman dibandingkan dengan mereka. Jangan pernah malu untuk meminta maaf, bahkan jangan pernah malu jika kita harus menangis di depan mereka karena semua kesalahan kita pada mereka.

Apabila orangtua kita sudah tiada, doakan mereka. Doakan semoga mendapat ampunan dari Yang Maha Kuasa, dilapangkan kuburnya, dan selalu berusaha menjadi anak yang soleh. Karena menurut Al-Hadits dijelaskan bahwa, “Ketika orang sudah meninggal dunia, hanya 3 yang ditinggalkan amalan yang tetap mengalir: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan juga doa anak-anaknya yang soleh”.

Siapkah kita membuat ibu dan ayah kita tersenyum?? :)  . . . .

0 komentar:

Posting Komentar