Sekjend Lingkar Trainer Muda Indonesia

LTMI merupakan sebuah komunitas dibawah naungan CerdasMulia Institute yang bergerak dalam bidang pembangunan diri. Sejak tanggal 1 Maret 2015, LTMI resmi di launching dan Adit mendapat amanah sebagai Sekjend LTMI

Semangat Menebar Inspirasi

Mempunyai bakat dalam bidang MC serta public speaking, membuat Adit menjadikan dunia training sebagai media menyalurkan hobi dan bakatnya disamping pekerjaannya.

Fasilitator Yayasan Aids Indonesia

Adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS yang dipelopori oleh YAIDS di daerah DKI Jakarta.

Fasilitator Training PT.Kubik Kreasi SisiLain

Adalah sebuah lembaga training profesional yang dimotori oleh Jamil Azzaini, yang juga merupakan idola dari Adit

Aparatur Sipil Negara Lemigas

Adit merupakan salah satu Aparatur Sipil Negara sebagai Peneliti Pertama pada Lembaga Minyak dan Gas dibawah naungan Kementrian ESDM

Senin, 28 Maret 2016

Bertahanlah Demi Mereka


Ada jawaban menarik yang saya dapatkan ketika pertanyaan seputar pekerjaan dan “karpet merah” yang akan saya jalani. Pertanyaan mengenai hal itu saya tanyakan ketika acara silaturahim yang saya adakan bersama dengan teman-teman dan mengundang pembicara yang sudah lama berkecimpung di dunia potensi dan pengembangan diri.

Saya yang merasa selama ini seperti tidak berkembang di kantor, karena memang saya kurang bisa untuk menikmati pekerjaan yang saya jalani ini. Saya menganggap bahwa memang saya tidak memiliki kapabilitas yang baik dan saya menganggap bahwa diri ini tidaklah cocok ketika harus bekerja dan berurusan dengan yang namanya alat-alat laboratorium. Padahal saya sangat senang jika harus berurusan dengan orang, bukan dengan alat.

“Om, saya kan orang feeling ya dan saya ini harusnya berurusannya sama orang, bukan sama alat, tapi di kantor saya harus bekerja dengan alat-alat. Jujur, saya stress, kadang ketemu atasan aja saya ngindar om. Saya kerja kantoran gitu apalagi di dunia perminyakan demi orangtua om, karena mereka minta saya kerja disana. Nah, caranya biar saya bisa ga stress karena hal itu gimana ya om?”

Mungkin pertanyaan itu yang selalu hadir di benak saya selama ini. Saya merasa bahwa saya kurang mampu dan malah merasa takut untuk bergerak maju untuk mengembangkan diri di bidang ini. Dan saya malah lebih tertarik untuk mengembangkan potensi yang saya miliki di luar bidang ini. Jawaban yang saya dapatkan kurang lebih sama seperti yang diberikan oleh guru saya yang membuat saya akhirnya bertahan disini.

“Kamu lanjutin dulu kerja disana, sambil kamu nyari tahu profesi yang mau kamu jalanin apa. Kamu latihan terus, tapi kerjaan juga harus maksimal biar rezekinya berkah. Karena kamu orang feeling yang orientasinya dengan orang, kamu niatin bahwa kamu kerja ini emang bukan kesukaanmu, tapi demi orangtuamu. Sembari kamu menstabilkan apa yang mau kamu jalanin ke depan, nafkahin istri, biayain anak nanti. Nanti kalo udah stabil, baru deh kamu bisa milih mau gimana. Yang penting, kerja maksimal, ikhlas, biar rezeki ngalir dan berkah juga. Bukan sebaliknya”

Mungkin terdengar agak sulit untuk dijalani tapi saya yakin pasti bisa. Saya merasa bahwa yang mengalami hal seperti ini bukan hanya saya, sahabat pembaca pun pasti ada yang merasa seperti ini. Karena itu saya hanya ingin berpesan sedikit akan hal itu agar bagi kita yang merasa bahwa jalan kita yang sebenarnya bukanlah disitu, lakukanlah aktivitas lain yang membuat diri ini tidak merasa lelah. Maksimalkan yang ada sekarang, jalani hal lain yang menunjang sesuatu yang memang merasa yakin bahwa hal itulah yang membuat kita happy.

Karena sesungguhnya yang paling menarik adalah mengerjakan sesuatu yang disukai, dan dibayar lagi. Namun hal itu jangan sampai membuat kita ketika kita mengerjakan sesuatu yang tidak ada bayaran menjadi tidak mau, yang seperti itu berarti hanya terfokus pada materi saja. Bukan pada nilai kebermanfaatan untuk banyak orang.

Orang hebat bukanlah orang yang sukses untuk dirinya sendiri. Melainkan orang yang memiliki nilai kebermanfaatan untuk banyak orang.

Selasa, 22 Maret 2016

Pilihan Sulit


Beberapa hari lalu saya dihadapkan kepada pilihan yang sangat sulit buat saya. Pilihan yang benar-benar saya bingung harus memilih yang mana. Pilihan untuk memutuskan pribadi seperti apakah saya ini, terutama di mata oranglain, terlebih lagi di mata Allah. Pilihan antara memutuskan menepati janji ataukah pilihan untuk membatalkan janji dan memilih sesuatu yang menurut saya diri ini dapat berkembang.

Beberapa hari lalu saya mendapat telepon dari seorang pria yang bekerja di salah satu lembaga dakwah yang dimiliki oleh ustadz favorit saya, bahkan mungkin favorit banyak orang, Ustadz Yusuf Mansur, yang berlokasikan di Kota Semarang.

Saya ditelepon untuk diminta menjadi pembawa acara dalam kegiatan seminar kesehatan yang pembicaranya merupakan orang yang pernah membantu seorang ibu untuk mengeluarkan kawat dari dalam perutnya atas izin Allah, dan pesertanya terdiri dari dokter, bidan, dan masyarakat umum yang diadakan di salah satu lokasi di Semarang yang bisa dibilang dapat menampung ratusan orang banyaknya.

“Wah kesempatan gua nih, ga boleh gua sia-siain. Ini keinginan gua dari dulu, bisa mengisi acara yang mana acaranya bukanlah karena saya atau teman-teman yang membuat, tapi oranglain. Tapi gua udah ada kegiatan dan janji lagi tanggal segitu” , batinku saat itu. Sehingga ketika itu bukan jawaban “iya” yang saya jawab melainkan memohon izin untuk memikirkan terlebih dahulu.

Sungguh pilihan yang berat. Antara menapaki karir yang mungkin terlihat baik ke depannya, ataukan memenuhi komitmen untuk melanjutkan acara yang sudah dipersiapkan dari jauh hari. Pusing tujuh keliling, ingin menangis karena tidak tahu harus memilih yang mana. Jalan apertama yang saya pilih adalah curhat kepada istri tercinta yang memang mengerti saya secara mendalam. Kemudian kepada mentor, setelah itu kepada guru. Berbeda-beda jawaban yang diberikan, makin pusinglah saya ketika itu.

Tapi kemudian saya ingat pada prinsip hidup yang saya pegang, bahwa sejatinya manusia yang baik dan amanah adalah manusia yang dapat memegang komitmennya walaupun itu berat. Tidak tergiur dengan hal yang menarik di depan matanya.

Dengan membaca bismillah, kemudian saya memutuskan untuk tidak menerima tawaran tersebut karena saya merasa sudah berkomitmen untuk membantu jalannya acara yang saya dan teman-teman rancang. Saya yang mengetahui bahwa acara yang kami rancang sedang berada dalam kekhawatiran, maka tidak mungkin saya tidak membantunya.

Guru saya mengatakan hal yang membuat saya bisa mengambil keputusan yang cukup berat untuk saya, “akh, bisa jadi apa yang antum dapetin ini sesungguhnya adalah ujian untuk antum. Jangan dikira ujian itu yang ga enak, tapi hal yang enak juga bisa jadi ujian, bahkan mengambil pilihan seperti ini juga bisa dibilang ujian”.

Istri saya pada awalnya merasa sedikit sedih atas pilihan yang saya ambil ini, tapi kemudian dengan diskusi, menjelaskan semuanya dengannya, akhirnya istri saya pun dapat menerimanya dengan ikhlas. Malah memberi saya semangat untuk ikhlas dan bersabar kemudian semangat untuk melanjutkan rancangan kegiatan yang sudah disusun sebelum datangnya tawaran itu.

Mungkin ada yang berpikir bahwa pilihan yang saya ambil merupakan pilihan yang bodoh, pilihan yang salah. Mana mungkin kesempatan bisa datang dua kali. Belum tentu mereka akan menelepon saya kembali untuk menawarkan lagi ajakan tersebut di lain waktu.

Huft . . .

Berat memang. Tapi saya selalu percaya bahwa kesempatan itu bisa datang di lain waktu dengan model yang sama, atau bahkan model berbeda, bahkan lebih menarik lagi. Saya berusaha untuk positive thinking saja. Berat? Sudah pasti. Apalagi perjuangan yang saya mulai untuk mencoba merintis apa yang saya cintai ini cukup sulit. Allah tidak tidur. Allah akan memberi yang terbaik pada makhluknya. Bisa jadi apa yang saya ambil ini merupakan sesuatu yang terbaik menurut Allah, walaupun tidak menurut oranglain.

Sahabat, komitmen itu jauh lebih penting dibanding apapun. Komitmen adalah janji kita pada Allah. Bukan hanya pada sesama. Janji adalah hutang uang harus ditepati. Lebih baik kehilangan kesempatan disbanding kehilangan persahabatan, apalagi persahabatan yang mengingatkan kita melakukan kebaikan-kebaikan.

Miris rasanya ketika melihat yang terjadi sekarang-sekarang ini. Begitu banyak janji yang diumbar, orang percaya. Tapi pada kenyataannya tidak dijalankan. Padahal hutang adalah sesuatu yang akan ditagih di akhirat kelak.

Saya pernah mendengar ceramah Jum’at ketika masih bersekolah dulu, “kalo naik angkot ya harus bayar, punya utang ya bayar, jangan karena ga diminta jadi ga dibayar. Kalau sampai kita meninggal itu ga sempet dibayar, nanti di akhirat ditagih. Gimana kalau yang kita utangin ga ikhlas? Dosa, bisa lama masuk surganya” . Wallahualam. Jadi ngeri diri ini, hiks hiks.

Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang ketika sudah berkomitmen, kemudian dapat memegang teguh janji komitmennya tersebut ya sahabat. Huehehe.


#KamiBahagia

Senin, 21 Maret 2016

Calon Keluarga Penuh Cinta


Minggu, 20 Maret 2016 merupakan hari yang bersejarah bagi sahabat saya, Yusep Supriatna atau yang biasa saya panggil dengan sebutan Kang Yusep atau Kangyus. Karena pada hari itu, dia diizinkan oleh Allah untuk menikah dengan seorang wanita terbaik yang dipilihkan Allah untuknya. Saya biasa memanggilnya dengan panggilan Vivi.

Cukup menarik untuk dikulik kisah dari kedua orang ini. Karena kebetulan saya cukup mengetahui seluk beluk bagaimana usaha dari Kangyus untuk menemukan wanita idamannya ini. Berawal tidak saling mengenal, tapi kekuatan doalah yang mempertemukan mereka. Hal yang mungkin pembaca agak terkejut, adalah usia diantara keduanya yang cukup jauh, terlebih lagi usia Vivi yang masih cukup muda,   berusia sama dengan istri saya, 19 tahun. Sementara Kangyus? 26 menuju 27 tahun, hehe.

Kangyus yang memang dari 2 tahun belakangan sudah mantap untuk menikah namun terkendala dengan suatu hal. Pertama adalah keinginan orangtua yang ingin naik haji terlebih dahulu. Kedua yaitu karena memang belum bertemu dengan wanita terbaik yang Allah pilihkan untuknya. Tapi, doa doa doa, kemudian ikhtiar, membuat kedua harapan tersebut dapat terkabul. Orangtuanya bisa berangkat haji hanya dalam jeda waktu setahun dari pendaftaran dan Kangyus bertemu dengan wanita yang siap menikah walaupun berusia muda seperti harapannya.

Saya yang berkesempatan untuk menjadi pemandu acara pun tidak bisa menahan air mata ketika khutbah nikah dibawakan oleh sang ustadz yang menjadi perantara sehingga Kangyus dan Vivi bisa bertemu. Terlebih lagi ketika akad diucapkan olehnya. Mantap, tegas, tanpa terulang. Seketika ada yang berteriak dari barisan belakang “SAAAAHH”dengan keras namun kemudian seperti lemas. Sayangnya saya tidak tahu itu siapa.

Mereka yang baru berkenalan sekitar Bulan Januari, kemudian dipertemukan sekitar Bulan Februari, dan memutuskan untuk menikah Bulan Maret. Tidak sampai 3 bulan sejak mereka berkenalan. Pada awalnya saya tidak percaya sama sekali, tapi saya yakin dan percaya karena memang keinginan yang kuat dari Kangyus untuk menikah dalam waktu dekat, sehingga acara pernikahan pun tidak perlu menunggu waktu lama.

Ketika sang anak sudah meminta untuk menikah karena sudah siap, maka izinkanlah mereka untuk menikah, tidak boleh ditahan apalagi dihalangi

Itulah nasihat yang saya dapatkan dari guru saya, dan saya menemukan hal itu pada kedua orangtua mereka. Orangtua Kangyus, dan juga orangtua Vivi. Kangyus yang memang tinggal dirinya yang belum menikah diantara saudara kandungnya makin dimudahkan oleh Allah untuk segera. Sementara Vivi yang merupakan anak pertama dari 2 bersaudara? Hanya berkat izin dari Allah hal itu bisa terwujud dalam waktu dekat.

Sesungguhnya saya yakin dan percaya bahwa banyak sahabat pembaca di luar sana yang ingin menikah namun memiliki berbagai kendala.
 
-          Sudah berpacaran lama tapi tidak kunjung menikah dengan alasan belum ada uang untuk menikah (akad + resepsi)

-          Ingin menikah tapi belum ditemukan jodohnya oleh Allah

Yang sudah berpacaran lama tapi tidak kunjung menikah dengan alasan belum ada uang atau apapun, cobalah untuk memastikan apakah *kekasih* nya itu serius untuk menikahinya? Mengajak melakukan ibadah yang berpahala atau terus-terusan melakukan dosa maksiat? Dipegang tangannya, digandeng, dirangkul, dicium, di . . . , aaah sudahlah. Sulit dibayangkan sahabat. Jika tidak ada jawaban pasti, untuk apa ditunggu. Allah memiliki stok banyak yang serius mengajak untuk mendekat ke jalan Allah kok.

Yang sudah siap untuk menikah namun tidak kunjung dipertemukan dengan jodohnya? Ini yang mungkin sekilas terlihat kasihan. Tapi kata siapa? Kata kita mungkin iya sebagai manusia, tapi kata Allah mungkin tidak. Allah sengaja untuk menjaga jodohnya sehingga nanti Allah menilai sahabat benar-benar sudah siap secara jasmani dan rohani, pasti dipertemukan. Terlebih lagi, dipertemukan dengan cara yang membuat kita tersenyum malu-malu. Asli.

Itulah yang saya lihat dari sahabat saya ini. Seketika setelah menikah, sungguh rasa “malu-malu kucing” yang diperlihatkan, padahal sudah sah sebagai sepasang suami istri. Indah.

Berdoalah terlebih dahulu, minta hanya kepada Sang Pemberi Cinta. Tambahkan lagi doanya agar Allah yakin. Lanjutkan lebih semangat dalam berdoa dan meminta pada-Nya. Barulah ikhtiar. Insya Allah akan dipertemukan dengan jodoh impian yang kita inginkan, tentunya yang baik. Jika tujuan menikah adalah karena ingin mencari keridhoan Allah, maka kenikmatan lah yang akan muncul dalam berumahtangga nantinya.

Yang terakhir untuk sahabat, saudara, partner, doa kami (Adit & istri) mengiringi langkah kalian dalam berumahtangga. Nikmati segala yang akan dijalani. Karena apa yang akan dilakukan akan bernilai pahala.
 
Yang tadinya pegangan haram jadi halal. Yang tadinya tatap tatapan zina mata jadi halal. Yang harusnya gombal gombalan haram jadi halal.
 
Laki-laki ketika sudah menikah, mengabdi tetap pada sang ibu. Wanita jika sudah menikah, maka pengabdiannya adalah untuk suami. Semoga Kangyus dan Vivi menjadi keluarga yang penih dengan keberkahan dan keharmonisan. Dan mampu memberi nilai kebermanfaatan bagi banyak orang.

Sahabat yang belum menikah dan ingin menikah semoga disegerakan menikah dengan pasangan yang dipilihkan Allah, hehe. Aamiin.

#KamiBahagia

Masih Meratapi Nasib?


Belum lama ini saya diberi kesempatan untuk bersama dengan istri tercinta berada dalam satu panggung di hadapan kurang lebih 300an orang dalam acara tausiyah dan bedah film yang diadakan oleh PPPA Daarul Qurán di Semarang. Penampilan itu merupakan penampilan kami yang kedua kalinya secara bersama-sama setelah sebelumnya kami diberi kesempatan untuk berada dalam satu panggung dalam acara seminar parenting di Depok.


Sangat senang rasanya ketika saya bisa berada satu panggung dengan istri tercinta, terlebih lagi di hadapan teman-teman yang berusia tidak jauh dari saya, ada yang lebih muda, ada yang seumur, ada juga yang lebih tua. Karena banyak dari teman-teman tersebut ternyata belum menikah, jadi kesempatan saya untuk memprovokasi peserta untuk menikah muda bisa dijalankan, hehe.


Pada awalnya istri saya sempat gugup dan terlihat sangat panik dikarenakan belum pernah tampil secara bersama di hadapan ratusan orang seperti itu. Berbeda dengan saya yang walaupun belum pernah tampil berdua di hadapan ratusan orang, tapi saya tidak merasakan gugup dan panik sama sekali, karena saya memang senang untuk bisa bicara di hadapan banyak orang walaupun bukan sebagai pembicara utama, namun minimal sebagai jalan pembuka sebelum tamu utama masuk mengisi acara utama.


Acara dimulai, kami berdua membuka dan melanjutkan dengan gaya kami. Ya, gaya kami. Karena memang gaya kami yang berbeda, tapi ketika berada di hadapan ratusan peserta kami tampil dengan sangat enjoy, seperti sudah lama menjadi MC. Entah mengapa, tetapi hal itu benar-benar membuat saya sangat senang dan juga terlihat istri saya tercinta sangat menikmatinya.


Sifat saya yang sangat santai, istri saya yang sedikit kaku, jika dipikir-pikir pasti akan aneh. Santai, dan kaku. Garing pasti. Itulah pikir kami pada awalnya. Tapi semua itu berubah ketika kami berada di hadapan banyak orang. Alhamdulillah. Semua itu bisa kami lakukan semata-mata karena ridho Allah dan juga niat yang tulus dari kami untuk berbagi. Saya bersyukur karena saya bisa mengimbangi istri saya, istri saya juga bisa mengimbangi saya.


Selesai acara, istri saya berkata kepada saya mengucapkan terimakasih karena dirinya belajar dari saya *padahal batin saya, sayalah yang belajar darinya, hehe*. Dan istri saya benar-benar sangat senang karena melihat saya benar-benar enjoy menjalaninya. Sangat berbeda ketika saya pulang dari kantor yang biasanya lemas, malas. Tapi pada saat itu, istri saya melihat saya benar-benar seperti *Adit yang seutuhnya*.


Saya bersyukur memiliki istri yang luar biasa mendukung apa yang saya ingin lakukan. Yang benar-benar mendukung keinginan saya. Dan yang menyemangati saya ketika saya merasa bahwa apa yang saya lakukan bukanlah hal yang saya mampu untuk melakukannya, sehingga mendukung saya untuk melakukan hal yang saya rasa saya benar-benar memiliki kemampuan di bidang lain.


Sungguh tidak enak rasanya ketika harus menjalankan apa yang sesungguhnya tidak kita nikmati. Lelah. Dan saya menganggap bahwa apa yang saya lakukan di luar pekerjaan saya sekarang ini adalah profesi yang benar-benar akan saya lakukan dan kembangkan.


Menjadi seorang yang hanya meratapi nasib, bukanlah seseorang yang hebat. Menjadi seorang yang hanya mengikuti hal yang itu-itu saja dan tidak berkembang, bukanlah seseorang yang hebat. Sejatinya, seseorang yang hebat adalah orang yang mampu melakukan hal-hal yang membuat dirinya menjadi berkembang tanpa ada rasa keterpaksaan yang mana hal itu membuat dirinya hanya murung.


Itulah yang saya lakukan. Saya berusaha melakukan apa yang saya cintai. Beratkah menjalani dua hal yang berlainan dengan diri kita? Sungguh berat sahabat. Tapi saya tidak mau hanya merenung saja tanpa bergerak.


Saya yakin sahabat pembaca pasti sudah jauh lebih hebat dari saya. Marilah kita sama-sama bersyukur atas semua yang diberikan Allah pada kita agar kita senantiasa selalu diberikan kekuatan untuk memberikan manfaat kepada banyak orang. Ingatkan saya jika memang saya keliru, karena saya hanya manusia biasa yang kadang suka berbuat kesalahan :) . . .


#kemudianbahagia

Selasa, 08 Maret 2016

Biasa Saja Lah Kalau Hidup


Pagi tadi saya menyaksikan sinetron di salah satu stasiun televisi swasta. Secara tidak sengaja saya menyaksikan sesaat karena kebetulan bapak saya menyetelnya di saat saya baru saja menyelesaikan olahraga pagi yang baru mulai hari ini saya lakukan, hehe. Jarang-jarang saya dapat menyaksikan sinetron di pagi hari, tepatnya pukul 06.00 WIB, dimana biasanya yg ramai adalah acara musik yg menurut saya kurang berkualitas, dan juga tausiyah yg berkualitas dan cukup mengobati rasa rindu akan siraman rohani.

Pemain yang bermain dalam sinetron tersebut merupakan artis dan aktris ternama yang bisa dibilang untuk masalah akting tidak perlu diragukan lagi. Menceritakan kisah seorang suami dan istri muda yg memiliki seorang asisten rumah tangga (art), wanita, yang masih cukup muda juga dan dengan jiwa mudanya tersebut ingin mencoba berbagai hal baru.

Diceritakan bagaimana seorang istri yg melihat kelakuan art nya yg berusaha utk cukup dekat dengan tuan rumahnya. Namun ternyata hal tersebut tidak disukai oleh sang istri karena sang istri merasa sebagai art harus berposisi sebagai seorang art. Tidak terlalu dekat dengan majikannya. Sang istri berkali kali merasa sebagai majikan harus dipandang memiliki status sosial yg berbeda dengan art tersebut. Sang suami pun tidak tinggal diam melihat kelakuan istrinya seperti itu. Ia berusaha menenangkan sang istri dengan berkata bahwa sama saja siapa art dan dirinya, tidak ada bedanya.

Yg membuat si istri semakin merasa sebal adalah ketika dimana art ketika sedang membersihkan salah satu ruangan, dilihatnya majalah yang mana di dalamnya berisi baju yg bagus, mahal, dan ternyata majikannya memilikinya. Tanpa pikir panjang, art yg memang masih muda ini berusaha untuk membuat baju yg sama seperti yg dilihatnya di majalah itu. Namun dengan versi yg tidak mahal.

Ketika baju itu jadi dan dipakai oleh art, kemudian sang istri melihatnya baju yg sama dipakai juga oleh art tersebut, sang istri merasa makin sebal dan lebih memilih memberikan baju yg dimilikinya kepada oranglain. Dengan alasan bahwa dia tidak ingin sama dengan sang art. Dia beranggapan bahwa status sosial majikan dan art harus berbeda. Jiwa art, ya berperilaku seperti art, jangan berlebihan. Sang suaminya pun tidak henti-hentinya menasihati dengan kalimat pengandaian yg cukup menarik, "di Korea saja, banyak orang berbondong-bondong datang ke trmpat operasi plastik dan merubah wajahnya persis seperti idolanya, tapi tidak ada satupun idolanya yg marah-marah seperti kamu". Lantas, setelah dikatakan seperti itu apa yg dijawab oleh sang istri?? " Ah kamu mah ga ngerti masalah begini sih mas". Masya Allah

Apa sih yang bisa kita petik dari adegan-adegan yg kurang lebih seperti yg saya jelaskan di atas?? Saya yakin pendapat saya dan pembaca mungkin berbeda, no problem. Karena dengan semakin banyak pendapat akan semakin membuat kita kaya. Tentunya disaring juga.
Apakah kita pernah berbuat seperti itu kepada orang lain gaes?? Bukan hanya kepada art, tapi kepada semua orang?? Yah, mungkin kita lupa. Tapi mungkin juga banyak yg secara sadar atau tidak sadar kita melakukannya.

Apa sih yang menarik dari kisah di atas?? Sahabat, semua manusia itu pada dasarnya memiliki hak yg sama. Semua manusia itu tidak ada bedanya. Apalagi dalam pandangan Allah. Yg membuat manusia berbeda adalah kadar keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Bukan karena status sosial, dia , dia miskin, dia pembantu, dia majikan. Tidak ada bedanya. Ah ya, saya yakin pembaca semua pasti sudah memahaminya. Saya hanya mengingatkan kepada diri saya untuk selayaknya menganggap bahwa semua manusia itu sama.

Dia pedagang, tukang bakso, tukang cukur, pembantu, kuli bangunan, pegawai kantoran, pejabat kementrian, menteri, ulama, bahkan presiden sendiri semua berkedudukan sama di mata Allah. Yg membuat beda sekali lagi hanya keimanan dan ketakwaannya saja. Jadi kurang pantas rasanya jika kita merasa tinggi jabatan, padahal tidak dibawa mati. Kurang pantas rasanya kita merasa memiliki jasa banyak pada orang lain sehingga pantas untuk disanjung, padahal juga tidak dibawa mati. Biasa saja.

Kalau kata salah satu band yg saya temui, apapun kondisinya, seperti apa yang dihadapi masalahnya, biasa saja. Jadi orang yang merasa biasa biasa saja jauh lebih menenangkan hati, dibandingkan fokus mementingkan status sosial, status pendidikan. Ah elah. Biasa wae.

Jika diri kita sudah dapat merasa biasa saja, ketenangan akan kita rasakan. Hidup pun akan menjadi lebih indah. Semangat untuk membuat diri ini menjadi biasa saja sahabat.

Salam cinta dan bahagia :)

Minggu, 06 Maret 2016

2 Golongan Penulis





Beberapa hari belakangan, saya sungguh dilanda kegalauan tingkat tinggi yang mungkin menurut sahabat semua biasa saja. Kegalauan yang membuat saya malah jadi tidak melakukan hal-hal yang sekiranya berguna bagi diri ini dalam melangkah ke depan. Karena itu saya memutuskan untuk kembali menemui mentor saya guna meningkatkan semangat kembali dan berharap mendapat sesuatu yang bermanfaat.



Semua berawal dari curhatan saya terhadap sang istri tercinta mengenai kondisi saya di kantor yang membuat saya kurang merasa memiliki jiwa dalam bekerja. Air mata pun tak kuasa keluar dari mata saya dan sang istri. Minimal apa yang saya lakukan dan yang terjadi di kantor, istri mengetahuinya sehingga dukungan seperti apa yang diberikan dapat optimal.

Saya tiba-tiba mengajak mentor saya untuk bertemu dan belajar mengenai hal yang jarang dilakukan oleh orang-orang yang berada di instansi saya bekerja. Saya ingin menjadi senang dalam menekuni bidang kepenulisan dan dapat maksimal. Tidak hanya tulisan yang tidak bermanfaat. Namun berharap agar apa yang saya tulis dapat berguna dan bermanfaat untuk banyak orang.

Kemarin malam, 3 Mei 2016, alhamdulillah kami dapat bersilaturahim kembali dengan mentor kami dan istrinya di salah satu tempat makan favorit kami di daerah Margonda pada malam hari. Ngalor ngidul seperti biasa kami lakukan untuk kemudian selanjutnya masuk kepada inti permasalahan yang saya rasakan.

“Mas, gimana sih caranya biar tulisan kita itu bisa dibaca orang tanpa kita harus share tulisan kita kesana kesini?”

Setelah pertanyaan itu, akhirnya obrolan kami pun menjadi panjang. Pertanyaan itu saya tanyakan agar saya mendapat jawaban yang selama ini saya selalu bingung. Jujur, saya bukan orang yang terlalu senang untuk men­share tulisan secara langsung kepada orang-orang. Entah kenapa saya berpikir tidak enak kepada orang-orang jika saya sendiri yang share tulisan saya. Mungkin karena saya belum terlalu ahli dan masih harus belajar dalam hal menulis.

Ternyata jawaban-jawaban yang diberikan oleh mentor saya a.k.a Mas Arry Rahmawan benar-benar membuat saya memiliki semangat baru dan ekstra dalam konsistensi menulis. Izinkan saya untuk menjabarkan apa yang saya dapatkan dari Mas Arry tapi bukan bermaksud menggurui, hehe.

Dalam menulis itu terdapat dua jenis gaya dalam menulis,

Menulis untuk berbagi berdasarkan ilmu yang dimilikinya
Untuk tipe seperti ini, gaya dalam menulisnya karena memang berdasarkan fakta-fakta, dan juga berdasarkan ilmu yang dimiliki si penulis sendiri. Dan untuk tipe seperti ini, biasanya si penulis tidak terlalu dikenal pada awalnya, sampai akhirnya orang-orang yang membacalah yang menyebarkan apa yang dituliskan oleh si penulis merasa berguna baginya.

Menulis dengan gaya cerita sesuai dirinya. Lebih seperti bercerita yang mana tulisannya mengangkat diri si penulis
Pembaca pasti mengenal sosok Raditya Dika? Sosok pria yang namanya melejit karena buku-buku yang dituliskannya dengan judul aneh tapi menyenangkan bagi banyak orang. Itulah contoh dari satu tipe penulis yang akhirnya mengangkat dirinya sehingga dapat dikenali banyak orang. Mungkin bagi sebagian orang yang bertipe pemikir, buku karyanya sulit diterima, tapi tidak bagi sebagian orang yang lain.

Saya pun baru menyadari, ternyata memang benar. Secara umum, gaya menulis didasarkan pada dua hal tersebut. Berdasar ilmu, dan berdasar pengalaman yang diceritakan secara menarik. Cobalah tengok dan lihat tulisankita yang sudah sudah, termasuk dalam golongan apakah kita??

Saya termasuk orang yang miskin ilmu. Saya pun khawatir apa yang saya tuliskan kurang bisa diterima oleh sahabat pembaca semua. Karena itu, mohon kiranya untuk menuliskan komentar agar kita sama-sama dapat berdiskusi. Agar ilmu saya bertambah, dan agar sahabat pembaca mendapat keberkahan dengan membagi ilmunya.

Salam Bahagia :)

Rabu, 02 Maret 2016

Apakah Kamu Sedang Jenuh??







Esok hari, tepatnya hari Kamis 3 Maret 2016 saya dan beberapa orang insya Allah akan belajar dan menimba ilmu kepada salah satu mentor kehidupan saya mengenai bagaimana konsisten dan menjadi orang yang berbeda dengan memanfaatkan blog.


Jujur, ide untuk belajar tersebut terlintas begitu saja ketika saya sedang berada di kantor yang mana kita tahu semua bagi orang yang bekerja di satu perusahaan pasti suka mengalami yang dinamakan jenuh. Jenuh dengan aktivitas yang itu-itu saja, pergi pagi pulang petang pantat pegel pinggang peyot, hehe.

Saya termasuk salah satu dari mungkin sekian banyak orang yang tidak ingin mengalami hal itu. Tidak ingin mengeluh dan berkutat dengan segala kejenuhan yang dirasakan. Karena itu saya langsung mengusulkan untuk belajar dan mengetahui teknik-teknik menulis yang baik melalui blog kepada satu mentor yang saya rasa memiliki kapabilitas di bidang ini. Kebetulan saya termasuk orang yang cukup menyukai bidang menulis dengan istri, jadi dukungan penuh diberikan pada saya.

Begitu banyak orang yang merasakan kejenuhan dengan pekerjaannya karena hal yang saya sebutkan di atas. Selalu merasa hanya berangkat pagi, pulang petang, dan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja dalam waktu yang sudah lama. Seperti yang guru saya pernah katakan pada saya, “kata siapa orang yang bekerja pasti ilmunya lebih banyak? Bisa jadi dia kerja 10 tahun, tapi stagnan di tempat karena pekerjaannya cuma ngelakuin itu-itu aja” .

Bersyukur ketika kita bekerja, ilmu dan pengalaman kita berkembang. Bagaimana jika ternyata kita termasuk salah satu orang yang disebutkan oleh guru saya tersebut? Wehehe. Saat ini saya termasuk orang yang bekerja di salah satu instansi pemerintah dan memang belum lama sehingga pengalaman saya pun bisa dibilang masih kurang.

Tapi saya tidak ingin terkungkung pada rutinitas semata, sehingga saya selalu berusaha melakukan hal yang berbeda yang mungkin jarang dilakukan oleh orang lain, terutama yang memiliki persamaan seperti saya. Beda hal ketika memang fokus untuk menjadi pengusaha atau bahkan writerpreneur. Begitu banyak cara untuk kita dapat menghilangkan rasa jenuh yang menghampiri kita, karena tiap orang berbeda-beda caranya.

Bagi saya pribadi, cara saya untuk menghilangkan jenuh karena pekerjaan kantor yang terkadang padat, bahkan terkadang lowong ada beberapa, diantaranya

      1. Menulis di kala senggang waktu kerja
    Sesungguhnya hal yang benar adalah sempatkan waktu untuk menulis, bukan menulis selagi sempat dan di waktu senggang.

2    2. Silaturahim dengan guru dan sahabat-sahabat yang mendukung saya untuk bertumbuh
   Kegiatan ini sangat sering saya lakukan terutama di luar jam kerja yang memang memiliki waktu panjang untuk bersilaturahim. Karena saya selalu berpikir untuk memanfaatkan waktu yang ada untuk bersilaturahim.

Semata-mata semua itu saya lakukan agar motivasi saya selalu terjaga. Apalagi di zaman yang serba tidak menentu seperti sekarang ini. Saya selalu berdoa semoga sahabat bisa menghilangkan kejenuhannya dengan caranya sendiri selama itu baik dan membuat kita berkembang. 

Jangan sampai kita menghilangkan kejenuhan dengan cara yang tidak bermanfaat dan malah membuat waktu kita terbuang sia-sia. Sungguh Allah membenci orang-orang yang seperti itu. Insya Allah akan saya berikan ulasan mengenai ilmu yang saya dapatkan, agar kita berkembang bersama. Oke?! :)