Minggu, 06 Maret 2016

2 Golongan Penulis





Beberapa hari belakangan, saya sungguh dilanda kegalauan tingkat tinggi yang mungkin menurut sahabat semua biasa saja. Kegalauan yang membuat saya malah jadi tidak melakukan hal-hal yang sekiranya berguna bagi diri ini dalam melangkah ke depan. Karena itu saya memutuskan untuk kembali menemui mentor saya guna meningkatkan semangat kembali dan berharap mendapat sesuatu yang bermanfaat.



Semua berawal dari curhatan saya terhadap sang istri tercinta mengenai kondisi saya di kantor yang membuat saya kurang merasa memiliki jiwa dalam bekerja. Air mata pun tak kuasa keluar dari mata saya dan sang istri. Minimal apa yang saya lakukan dan yang terjadi di kantor, istri mengetahuinya sehingga dukungan seperti apa yang diberikan dapat optimal.

Saya tiba-tiba mengajak mentor saya untuk bertemu dan belajar mengenai hal yang jarang dilakukan oleh orang-orang yang berada di instansi saya bekerja. Saya ingin menjadi senang dalam menekuni bidang kepenulisan dan dapat maksimal. Tidak hanya tulisan yang tidak bermanfaat. Namun berharap agar apa yang saya tulis dapat berguna dan bermanfaat untuk banyak orang.

Kemarin malam, 3 Mei 2016, alhamdulillah kami dapat bersilaturahim kembali dengan mentor kami dan istrinya di salah satu tempat makan favorit kami di daerah Margonda pada malam hari. Ngalor ngidul seperti biasa kami lakukan untuk kemudian selanjutnya masuk kepada inti permasalahan yang saya rasakan.

“Mas, gimana sih caranya biar tulisan kita itu bisa dibaca orang tanpa kita harus share tulisan kita kesana kesini?”

Setelah pertanyaan itu, akhirnya obrolan kami pun menjadi panjang. Pertanyaan itu saya tanyakan agar saya mendapat jawaban yang selama ini saya selalu bingung. Jujur, saya bukan orang yang terlalu senang untuk men­share tulisan secara langsung kepada orang-orang. Entah kenapa saya berpikir tidak enak kepada orang-orang jika saya sendiri yang share tulisan saya. Mungkin karena saya belum terlalu ahli dan masih harus belajar dalam hal menulis.

Ternyata jawaban-jawaban yang diberikan oleh mentor saya a.k.a Mas Arry Rahmawan benar-benar membuat saya memiliki semangat baru dan ekstra dalam konsistensi menulis. Izinkan saya untuk menjabarkan apa yang saya dapatkan dari Mas Arry tapi bukan bermaksud menggurui, hehe.

Dalam menulis itu terdapat dua jenis gaya dalam menulis,

Menulis untuk berbagi berdasarkan ilmu yang dimilikinya
Untuk tipe seperti ini, gaya dalam menulisnya karena memang berdasarkan fakta-fakta, dan juga berdasarkan ilmu yang dimiliki si penulis sendiri. Dan untuk tipe seperti ini, biasanya si penulis tidak terlalu dikenal pada awalnya, sampai akhirnya orang-orang yang membacalah yang menyebarkan apa yang dituliskan oleh si penulis merasa berguna baginya.

Menulis dengan gaya cerita sesuai dirinya. Lebih seperti bercerita yang mana tulisannya mengangkat diri si penulis
Pembaca pasti mengenal sosok Raditya Dika? Sosok pria yang namanya melejit karena buku-buku yang dituliskannya dengan judul aneh tapi menyenangkan bagi banyak orang. Itulah contoh dari satu tipe penulis yang akhirnya mengangkat dirinya sehingga dapat dikenali banyak orang. Mungkin bagi sebagian orang yang bertipe pemikir, buku karyanya sulit diterima, tapi tidak bagi sebagian orang yang lain.

Saya pun baru menyadari, ternyata memang benar. Secara umum, gaya menulis didasarkan pada dua hal tersebut. Berdasar ilmu, dan berdasar pengalaman yang diceritakan secara menarik. Cobalah tengok dan lihat tulisankita yang sudah sudah, termasuk dalam golongan apakah kita??

Saya termasuk orang yang miskin ilmu. Saya pun khawatir apa yang saya tuliskan kurang bisa diterima oleh sahabat pembaca semua. Karena itu, mohon kiranya untuk menuliskan komentar agar kita sama-sama dapat berdiskusi. Agar ilmu saya bertambah, dan agar sahabat pembaca mendapat keberkahan dengan membagi ilmunya.

Salam Bahagia :)

0 komentar:

Posting Komentar