Selasa, 08 Maret 2016

Biasa Saja Lah Kalau Hidup


Pagi tadi saya menyaksikan sinetron di salah satu stasiun televisi swasta. Secara tidak sengaja saya menyaksikan sesaat karena kebetulan bapak saya menyetelnya di saat saya baru saja menyelesaikan olahraga pagi yang baru mulai hari ini saya lakukan, hehe. Jarang-jarang saya dapat menyaksikan sinetron di pagi hari, tepatnya pukul 06.00 WIB, dimana biasanya yg ramai adalah acara musik yg menurut saya kurang berkualitas, dan juga tausiyah yg berkualitas dan cukup mengobati rasa rindu akan siraman rohani.

Pemain yang bermain dalam sinetron tersebut merupakan artis dan aktris ternama yang bisa dibilang untuk masalah akting tidak perlu diragukan lagi. Menceritakan kisah seorang suami dan istri muda yg memiliki seorang asisten rumah tangga (art), wanita, yang masih cukup muda juga dan dengan jiwa mudanya tersebut ingin mencoba berbagai hal baru.

Diceritakan bagaimana seorang istri yg melihat kelakuan art nya yg berusaha utk cukup dekat dengan tuan rumahnya. Namun ternyata hal tersebut tidak disukai oleh sang istri karena sang istri merasa sebagai art harus berposisi sebagai seorang art. Tidak terlalu dekat dengan majikannya. Sang istri berkali kali merasa sebagai majikan harus dipandang memiliki status sosial yg berbeda dengan art tersebut. Sang suami pun tidak tinggal diam melihat kelakuan istrinya seperti itu. Ia berusaha menenangkan sang istri dengan berkata bahwa sama saja siapa art dan dirinya, tidak ada bedanya.

Yg membuat si istri semakin merasa sebal adalah ketika dimana art ketika sedang membersihkan salah satu ruangan, dilihatnya majalah yang mana di dalamnya berisi baju yg bagus, mahal, dan ternyata majikannya memilikinya. Tanpa pikir panjang, art yg memang masih muda ini berusaha untuk membuat baju yg sama seperti yg dilihatnya di majalah itu. Namun dengan versi yg tidak mahal.

Ketika baju itu jadi dan dipakai oleh art, kemudian sang istri melihatnya baju yg sama dipakai juga oleh art tersebut, sang istri merasa makin sebal dan lebih memilih memberikan baju yg dimilikinya kepada oranglain. Dengan alasan bahwa dia tidak ingin sama dengan sang art. Dia beranggapan bahwa status sosial majikan dan art harus berbeda. Jiwa art, ya berperilaku seperti art, jangan berlebihan. Sang suaminya pun tidak henti-hentinya menasihati dengan kalimat pengandaian yg cukup menarik, "di Korea saja, banyak orang berbondong-bondong datang ke trmpat operasi plastik dan merubah wajahnya persis seperti idolanya, tapi tidak ada satupun idolanya yg marah-marah seperti kamu". Lantas, setelah dikatakan seperti itu apa yg dijawab oleh sang istri?? " Ah kamu mah ga ngerti masalah begini sih mas". Masya Allah

Apa sih yang bisa kita petik dari adegan-adegan yg kurang lebih seperti yg saya jelaskan di atas?? Saya yakin pendapat saya dan pembaca mungkin berbeda, no problem. Karena dengan semakin banyak pendapat akan semakin membuat kita kaya. Tentunya disaring juga.
Apakah kita pernah berbuat seperti itu kepada orang lain gaes?? Bukan hanya kepada art, tapi kepada semua orang?? Yah, mungkin kita lupa. Tapi mungkin juga banyak yg secara sadar atau tidak sadar kita melakukannya.

Apa sih yang menarik dari kisah di atas?? Sahabat, semua manusia itu pada dasarnya memiliki hak yg sama. Semua manusia itu tidak ada bedanya. Apalagi dalam pandangan Allah. Yg membuat manusia berbeda adalah kadar keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Bukan karena status sosial, dia , dia miskin, dia pembantu, dia majikan. Tidak ada bedanya. Ah ya, saya yakin pembaca semua pasti sudah memahaminya. Saya hanya mengingatkan kepada diri saya untuk selayaknya menganggap bahwa semua manusia itu sama.

Dia pedagang, tukang bakso, tukang cukur, pembantu, kuli bangunan, pegawai kantoran, pejabat kementrian, menteri, ulama, bahkan presiden sendiri semua berkedudukan sama di mata Allah. Yg membuat beda sekali lagi hanya keimanan dan ketakwaannya saja. Jadi kurang pantas rasanya jika kita merasa tinggi jabatan, padahal tidak dibawa mati. Kurang pantas rasanya kita merasa memiliki jasa banyak pada orang lain sehingga pantas untuk disanjung, padahal juga tidak dibawa mati. Biasa saja.

Kalau kata salah satu band yg saya temui, apapun kondisinya, seperti apa yang dihadapi masalahnya, biasa saja. Jadi orang yang merasa biasa biasa saja jauh lebih menenangkan hati, dibandingkan fokus mementingkan status sosial, status pendidikan. Ah elah. Biasa wae.

Jika diri kita sudah dapat merasa biasa saja, ketenangan akan kita rasakan. Hidup pun akan menjadi lebih indah. Semangat untuk membuat diri ini menjadi biasa saja sahabat.

Salam cinta dan bahagia :)

0 komentar:

Posting Komentar