Minggu, 06 Desember 2015

Judgement Berbahaya


              
                Sungguh saya lelah sejujurnya menjalani beberapa hari di daerah yang baru pertama kali saya datangi ini, Musi Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan. Lelah bukan berarti saya tidak bersyukur akan kenikmatan ini, tapi lelah karena saya selalu dikira mahasiswa oleh orang-orang yang berada di dekat saya, khususnya yang belum mengenal saya.
                Ya, saya sedang melaksanakan apa yang dinamakan On Job Training, atau kalau saya menyebut lebih enak disebut dengan orientasi saya sebagai CPNS di LEMIGAS untuk belajar dan mengetahui kegiatan migas dari hulu sampai hilir. Saya bersama teman-teman total 18 orang mendapat tugas yang sama dan ditempatkan di masing-masing perusahaan yang menangani urusan migas ini.
                Dengan begitu, sahabat pembaca sudah tahu pasti kan ya kalau saya ini sudah bukan lagi mahasiswa? Hiks hiks. Tapi mereka yang menanyakan saya mahasiswa darimana juga tidak bisa saya salahkan 100%, karena memang wearpack (baju lapangan) yang diberikan kepada saya pada logo nama di bagian depan tertulis “mahasiswa” dan di bagian belakang tertulis “kerja praktek”. Huft.
                Saya jelaskan bahwa saya ini berasal dari LEMIGAS. Sudah diberitahu seperti itu pun ternyata masih ada yang bertanya pada saya bahkan dari pegawai perusahaan dimana saya OJT, “Dit, elu kuliah di lemigas? Kampusnya dimana dah tuh” . Yaa Allah, sedih. Setelah saya jelaskan apa itu LEMIGAS, akhirnya orang tersebut paham bahwa saya sebenarnya sudah bukan mahasiswa lagi.
                Kemudian saya menceritakan apa yang saya rasakan di Musi Banyuasin ini kepada teman-teman saya, dan mereka semua menyarankan agar saya menyebut jika ditanya kuliah dimana, langsung saja jawab dari ESDM. Bukan berarti saya disuruh untuk berbohong, tapi karena memang LEMIGAS merupakan bagian dari Kementrian ESDM, yaitu Lembaga Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi .
                Kemudian setelah seharian ini saya mencari ilmu di lapangan yang akan dilakukan pemboran, malam harinya saya berkesempatan untuk kembali ke mess dan semobil dengan pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan swasta yang disewa untuk bekerja di lapangan pemboran itu.
                Di perjalanan, lagi-lagi saya pun ditanyakan dengan hal yang sama, “Mas, dari universitas mana mas?” . Langsung saja saya jawab sesuai dengan saran yang diberikan teman-teman saya, “saya dari ESDM pak”. Orang tersebut kaget karena untuk apa pegawai ESDM hadir di lapangan. Saya jawab jujur bahwa kedatangan saya untuk orientasi, melihat-lihat. Karena setahu saya seperti itu, hehe.
                 Kemudian tiba-tiba bapak tersebut tiba-tiba mengatakan hal di luar dugaan saya yang membuat saya tersentak. “Mas, Pak Menteri tuh kerjaannya apa aja sih mas? Enak ya kayaknya, gajinya gede” , katanya seakan menganggap bahwa gaji besar hidupnya pasti enak. Saya pun menjawab, “Yaa tanggungjawabnya juga gede pak” .
                “Tanggungjawab apa sih mas? Kerjanya tidur doang kan dia kalo rapat gitu-gitu. Gedean juga tanggungjawab saya mas. Dia berhenti kerja juga masih kaya, lah saya mas, berhenti kerja ya ga ada uang” , katanya lagi.
                Perlu sahabat ketahui bahwa bapak ini merupakan orang yang bekerja di sekitar menara pemboran yang memang berbahaya. Sayapun merasa takut ketika berada di daerah menara rig ini. Saya ingin menjawab lebih lanjut, namun karena waktu yang tidak panjang, sehingga diskusi kami terhenti.
                Sahabat, saya sebagai pribadi yang tidak membela siapapun juga sempat merasa bingung dan kaget juga ketika bapak tersebut bertanya dan mengatakan pernyataan seperti itu. Namun saya kemudian berpikir dan mengingat sejenak apa yang sebenarnya terjadi dan sebenarnya kita lakukan.
                Saya dulu adalah orang yang mungkin berpikiran sama seperti bapak ini. Namun kemudian, saya menyadari bahwa rezeki itu sudah diatur oleh Allah sedemikian cantiknya. Tergantung doa dan usaha yang kita lakukan seperti apa. Betul tidak?
                Perjuangan untuk menjadi sukses pun tidak bisa dilakukan dengan melakukan hal yang selama ini kita lakukan secara berulang-ulang saja layaknya *maaf* robot. Orang sukses saya selalu percaya bahwa mereka pasti melakukan hal yang berbeda dari kebanyakan orang, dan bukan itu-itu saja. Saya pun percaya bahwa apa yang menteri lakukan pun mungkin dimulai dari nol.
                Saya ingat pesan guru saya, “Ketika kamu menginginkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik sementara kamu melakukan hal yang sama berulang-ulang, pasti akan sulit”. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Walaupun saya belum dibilang sesukses menteri atau siapapun, tapi pelan-pelan saya berusaha melakukan hal yang berbeda dengan style yang saya miliki.
                Yang perlu diingat kemudian adalah siapa bilang tanggungjawab besar hidup akan lebih enak? Ya, mungkin enak karena memiliki uang yang tidak sedikit dan bisa digunakan untuk apapun. Tapi coba kita ingat sejenak, ingatkah kita ketika kantor kementrian ESDM sempat ditebak oleh orang tak dikenal sebanyak 2 kali? Seperti itulah gambaran orang hebat dengan tanggungjawab besar pula.
                Nasihat yang saya dapatkan dari percakapan saya dengan bapak ini adalah jangan pernah menganggap kehidupan yang kita jalani itu tidak nikmat, penuh dengan rasa was-was. Tapi yang perlu kita lakukan adalah bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Karena kalau saya lagi-lagi mengutip dari tulisan saya sebelum tulisan ini, banyak orang di laur sana tidak mendapat kesempatan sama seperti yang kita dapatkan.
                Banyak orang di luar sana saling berjuang untuk mencari pekerjaan, tapi mereka tidak mendapatkannya, bahkan mungkin kalau saya tidak salah ingat sampai ada yang stress hingga akhirnya bunuh diri hanya karena masalah tidak memiliki pekerjaan. Bagaimana ketika kita berada pada posisi seperti itu? Hehe.

Jika kau ingin menjadi orang yang pandai bersyukur, sering-seringlah untuk melihat ke bawah

Jika kau ingin menjadi orang yang lebih hebat, sering-seringlah melihat ke atas

LET’S SPEAK TO INSPIRE !!!

0 komentar:

Posting Komentar