Oleh karenanya, saya merasa sangat gembira ketika
saya kembali lagi menulis setelah berlibur. Berlibur yang menurut saya
berkualitas, bersama istri tercinta dan sahabat baik saya. Yak, selama dua hari
saya melalangbuana ke daerah yang saya belum pernah datangi untuk melakukan
satu misi mulia yang insya Allah akan menjadi amalan.
Sabtu, 13 Februari 2016 merupakan tanggal dimana
tepat setahun saya dan istri saya dipertemukan oleh Allah di kota yang sangat
saya cinta, Jogja. Ya, ketika itu saya bersama dirinya hendak ambil bagian
dalam satu tim pelatihan public speaking yang
diselenggarakan oleh CerdasMulia Institute. Saya mengenal istri saya pada
awalnya hanya melalui media social, karena kami bergabung dalam satu grup yang
berisi dari beberapa orang.
Ketika pertemuan pertama, saat pertama kalinya saya
melihatnya secara langsung istri tercinta saya berkata, “Mas, kamu yang tadi naik motor xxx bukan sih? Aku kayaknya liat kamu
deh tadi, cuma ga manggil””. Batinku, “ini
anak kok bisa tau gua yak, padahal gua kan ketutupan helm”. Kujawab saja
dengan percaya diri, “iya betul, kok kamu
ga manggil aja aja. Terus ini kamu jalan dari jalan Adisucipto kan jauh, tau
gitu tadi kujemput aja”.
Ternyata eh ternyata, setelah beberapa saat kami
mengobrol saya baru mengetahui istri saya adalah model perempuan yang tidak mau
dibonceng oleh pria yang bukan mahromnya. Huehehe, saya ternyata nekat sekali,
tapi alhamdulillah dia tidak merasa bagaimana terhadap saya. *Semoga dugaan
saya ini tepat.
Kembali ke tanggal 13 Februari 2016, alhamdulillah
saya diberi kesempatan bersama istri tercinta untuk menemani seorang sahabat
melakukan misi mulia untuk menjalani kehidupan masa depan yang lebih baik.
Melakukan pertemuan awal dengan wanita/akhwat yang selama ini dikenalkan
padanya oleh seorang ustadz untuk kelak jika Allah meridhoi akan menjadi
pasangan hidup yang menemaninya menjalani kehidupan yang sangat menyenangkan
ini.
Kami menyusuri jalanan yang sebelumnya saya merasa
belum pernah lewati. Tapi di zaman yang serba modern ini, sayang sekali jika
GPS tidak digunakan. Dengan bermodal GPS, akhirnya alamat yang dituju dapat
kami capai walaupun harus macet dan bertanya kepada orang-orang yang kami
lewati.
Ketika sampai di lokasi, saya begitu melihat
kesederhanaan yang tampak. Bukan kemewahan. Duduk lesehan, minum seadanya
bersama buah dan makanan ringan menjadi menu yang kami santap. Teh manis hangat
pun kami dapat nikmati dengan begitu santainya dalam suasana tidak kaku.
Pembicaraan yang dimulai oleh sang ustadz yang
menceritakan maksud dan tujuan kedatangan kami kepada keluarga sang wanita yang
belum pernah dilihat oleh sahabat saya ini. Begitu jelas terlihat bahwa jalan menuju
pernikahan itu tidak mudah, tapi tidak sulit. Tergantung ingin seperti apa kita
membawanya.
Niat menikah secara sederhana, hidup secara sederhana
semampunya, semuanya alhamdulillah diterima oleh keluarga sang wanita. Senyum
sumringah sembari malu-malu terlihat jelas dari sahabat saya ketika prosesi
melihat wajah sang wanita yang memang tertutup cadar dalam waktu singkat. Kami
(saya dan pak ustadz) hanya menunduk tidak melihat, namun memang dalam Islam
diperbolehkan seorang yang berniat mengkhitbah untuk dapat melihat wajah akhwat
terlebih dahulu.
Ketika di perjalanan kembali ke rumah, saya mendapat
informasi bahwa sang wanita ini ternyata berusia sama seperti istri saya. Lahir
pada tahun 1996, yang itu berarti saat kami mendatangi rumahnya, usianya baru
19. Usia yang pada zaman saat ini, mungkin kebanyakan berpikir masih muda,
masih ingin bermain-main dulu. Tapi apa yang dilakukan wanita ini benar-benar
luar biasa, sama halnya dengan istri saya, hehe.
Darisitu, saya begitu banyak mendapat pelajaran yang
sebelumnya saya tidak pernah melihatnya. Prosesi yang tidak sulit, tidak mewah,
tidak macem-macem, dan insya Allah sesuai dengan ajaran Islam yang mencegah
dari perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah.
Satu tahun pertemuan awal saya dengan istri saya
ditandai dengan melihat dan belajar sesuatu mengenai rencana pernikahan yang
syar’i. Alhamdulillah. Saya dan istri saya selalu berdoa agar semua yang belum
menikah disegerakan menikah jika sudah siap. Kesiapan tidak bisa ditunggu, tapi
diciptakan. Hal selanjutnya yang saya dan istri lakukan adalah mendoakan agar
jalan sahabat saya yang luar biasa ini selalu mendapat ridho dari Allah, dan
keinginan untuk menikah segera tercapai. Semoga wanita yang kemarin kami temui,
benar-benar menjadi wanita yang ditunjukkan oleh Allah untuknya. Aamiin.
Menikah
muda? Kenapa tidak
Masih
ingin main-main dulu? Kalau bisa main berdua bersama istri atau suami, kenapa
harus beralasan ingin main-main dulu
Hihihi:* bagus tulisannya biiii:)
BalasHapusSosweet artikelnya.. ^_^
BalasHapus